Monday, February 16, 2009

Nanomotor

Nanomotor adalah alat berukuran molekuler yang mampu mengubah energi menjadi gerakan, umumnya mampu menghasilkan gaya dalam orde pikonewton. Tujuan utama dari cabang penelitian ini adalah motor protein molekuler yang ditemukan di sel hidup dan pembuatan motor molekuler sintetis yang diaplikasikan pada suatu alat. Contohnya motor protein yang mampu membawa muatan, mirip dengan cara kinesin memindahkan berbagai molekul sepanjang jalur mikrotubulus di dalam sel. Menggerakkan dan menghentikan pergerakan motor protein membutuhkan ATP dalam ukuran molekuler yang sensitif terhadap sinar UV. Gelombang sinar UV akan memberikan gelombang pergerakan. Selain dengan protein, nanomotor dapat dibuat dengan material sintetis secara kimiawi.
Para peneliti di Universitas California, Berkeley dipimpin oleh Profesor Alex Zetti telah mengembangkan bantalan rotasi berdasarkan karbon nanotube yang berdinding banyak. Dengan menempelkan piringan emas dengan orde dimensi 100nm ke dinding terluar dari karbon nanotube tersuspensi, mereka mampu merotasikan dinding terluar relatif terhadap dinding dalam secara elektrostatis. Pekerjaan ini dilakukan secara in situ dalam Scanning Electron Microscope. Nanoelectromechanical system (NEMS) ini adalah langkah berikutnya dari miniaturisasi yang mungkin akan menemukan jalan menuju aplikasi komersial di masa depan.
Para peneliti yang dipimpin oleh Joseph Wang telah membuat terobosan dengam mengembangkan generasi baru nanomotor katalitik yang digerakkan dengan bahan bakar yang sepuluh kali lipat lebih bertenaga dari mesin nano (nanomachine) yang telah ada. Ini adalah langkah besar menuju sumber energi aplikasi untuk mesin nano di masa depan.

Protein Engineering

Protein Engineering adalah aplikasi sains, matematik, dan ekonomi pada proses pengembangan protein. Ini adalah ilmu disiplin yang baru, dengan riset yang menguasai hingga pada pemahaman pelipatan protein dan pengenalan protein untuk prinsip desain protein.
Terdapat dua strategi umum pada protein engineering. Pertama dikenal dengan desain rasional. Ilmuwan menggunakan pengetahuan yang detail dari struktur dan fungsi protein untuk membuat desain yang diinginkan. Manfaat dari strategi ini adalah tidak mahal dan mudah dilakukan, sejak teknis mutagenesis terpadu telah berkembang dengan baik. Tetapi terdapat banyak penolakan dari pengetahuan struktur yang detail dari protein yang sering kali tidak tersedia, dan meski protein itu tersedia, akan sangat sulit untuk memprediksi efek dari berbagai mutasi yang akan dilakukan.
Strategi kedua adalah evolusi terarah. Ini adalah mutagenesis random yang diaplikasikan untuk protein, dan bagian yang terpilih digunakan untuk mengambil varian-varian yang memiliki kualitas yang diinginkan. Langkah selanjutnya, yaitu mutasi dan penyeleksian. Metode ini mirip dengan proses evolusi alami, yang pada umumnya menghasilkan hasil yang lebih superior dari desain rasional. Teknik tambahan yang diketahui sebagai pengacakan DNA mencampurkan dan memasangkan kepingan-kepingan dari varian-varian yang sukses untuk menghasilkan hasil yang lebih baik. Proses ini mirip dengan rekombinasi yang terjadi secara alami ketika reproduksi seksual. Manfaat besar dari teknik evolusi terarah adalah tidak membutuhkan pengetahuan tentang struktur protein yang dibuat dan tidak perlu untuk memprediksi apa efek yang akan diberikan oleh protein hasil mutasi. Faktanya, hasil yang diberikan oleh teknik ini seringkali mengejutkan. Kerugiannya adalah, teknik ini membutuhkan sejumlah protein yang cukup banyak, yang terkadang tidak memadai bagi beberapa jenis protein. Dan produknya harus disaring atau dipisahkan untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan. Dan juga, hasil yang diinginkan tidak selalu berhasil disaring.
Kedua strategi tidak mutlak eksklusif, peneliti biasanya memakai kedua strategi tersebut. Di masa depan, detail struktur protein dan fungsinya akan diketahui lebih banyak, sejalan dengan perkembangan teknologi yang akan memperluas kapabilitas protein engineering.