Sunday, December 27, 2009

Claude-Louis Navier

Untuk kelompok mekfluid gw

Claude-Louis Navier lahir pada tanggal 10 Februari 1785 d Dijon, lahir dengan nama Claude Louis Marie Henri Navier. Ia adalah seorang insinyur dan ahli fisika berkebangsaan Prancis yang memiliki spesialisasi di bidang mekanika. Persamaan Navier-Stokes diberikan atas kontribusinya dan George Gabriel Stokes.

Ayah dari Navier adalah seorang pengacara yang merupakan anggota parlemen nasional di Paris ketika terjadi revolusi di Prancis. Namun ia meninggal pada tahun 1793, ketika Navier masih berusia 8 tahun. Setelah sang ayah meninggal, sang ibu kembali ke kampung halamannya di Chalon-sur-Saône dan meninggalkan Navier untuk diurus Pamannya, Emiland Gauthey.

Emiland Gauthey adalah seorang insinyur sipil yang bekerja di Corps des Ponts et Chaussées di Paris. Ia dipercaya sebagai insinyur sipil terkemuka di Prancis dan telah memberikan Navier muda minat terhadap ilmu keteknikan. Navier masuk ke École Polytechnique pada tahun 1802 atas dorongan Gauthey. Dari tingkat dasar hingga tingkat akhir, Navier adalah murid teladan dan menjadi salah satu dari sepuluh siswa terbaik École Polytechnique pada tahun pertama kuliahnya, dan terpilih untuk menyelesaikan bidang pekerjaan khusus di Boulogne pada tahun kedua kuliahnya.

Selama masa kuliahnya di École Polytechnique, ia diajarkan oleh Fourier, seorang ahli matematika ternama dunia yang telah memberikan pengaruh yang cukup tinggi terhadap Navier. Di tahun 1804, Navier masuk ke École des Ponts et Chaussées dan lulus sebagai lulusan terbaik dalam dua tahun kulianya. Tak lama setelah kelulusannya, Emiland Gauthey meninggal dan ia mendapatkan permintaan dari Corps des Ponts et Chaussées untuk melanjutkan pekerjaan pamannya.

Navier mendapatkan gelar professor di tahun 1830 dari École des Ponts et Chaussées. Setelah itu ia mengubah tata cara mengajar ilmu keteknikan di kampus tersebut dan lebih menekankan pada analisis fisika dan matematika. Sebagai tambahan, ia menggantikan Cauchy sebagai profesor di École Polytechnique sejak tahun 1831. Ia juga pernah terlibat dengan Poisson mengenai teori Fourier tentang kalor.

Ia adalah spesialis dalam konstruksi jalan dan jembatan, dan yang pertama mengembangkan teori jembatan suspensi. Proyek besarnya ketika itu adalah membangun jembatan suspensi di atas sungai Seine, namun berakhir dengan kegagalan. Kesulitan utama adalah pemerintah setempat tidak pernah mendukung proyeknya. Kerusakan awal dari jembatan yang hampir selesai itu adalah ketika gorong-gorong setempat mengalami kerusakan, yang menyebabkan perpindahan dari salah satu penyokong jembatan. Kerusakan dari gorong-gorong tersebut dapat ditangani dengan cepat oleh tim dari Corps des Ponts et Chaussées sehingga pembangunan jembatan bisa dilakukan, namun pemerintah setempat secara sepihak memutuskan untuk menghentikan proyek pembangunan jembatan suspensi tersebut.

Navier dikenang hingga saat ini, bukan karena ia adalah ahli konstruksi jalan dan jembatan, melainkan karena persamaan Navier-Stokes dalam dinamika fluida. Ia juga mengerjakan tema aplikasi matematika pada ilmu keteknikan, mekanika elastisitas, dan mekanika fluida, serta rangkaian Fourier dan aplikasinya pada masalah fisika. Ia memberikan persamaan Navier-Stokes untuk fluida inkompresibel di tahun 1821 dan persamaan untuk fluida kental pada tahun 1822.

Perlu diperhatikan bahwa Navier menurunkan persamaan Navier-Stokes meski tidak sepenuhnya dipahami oleh situasi fisis yang dilakukan olehnya. Ia tidak memahami tentang tegangan geser dalam fluida, persamaannya berdasarkan pada modifikasi persamaan Euler yang mengambil gaya-gaya antar molekul dalam fluida.

Navier menerima banyak penghargaan, diantaranya adalah terlilihnya sebagai anggota Académie des Sciences di Paris pada tahun 1824 dan menjadi Chevalier of the Legion of Honour di tahun 1831.

Pada kehidupan politiknya, Navier bergulat dengan Auguste Comte, seorang ahli filosofi yang menjadi pendiri ilmu sosiologi, dan Henri de Saint-Simon yang mencetuskan gerakan ideologi sosialis berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kehidupannya di era pergolakan politik yang cukup hebat di eropa ketika itu, ia ikut mempengaruhi pandangan Comte dan Saint-Simon. Navier percaya kepada industrialisasi di mana sains dan teknologi akan menyelesaikan sebagian besar masalah. Ia juga oposisi gerakan militer Napoleon dan revolusi Prancis.

Sejak tahun 1830, Navier dipekerjakan sebagai konsultan oleh pemerintah dalam memanfaatkan sains dan teknologi untuk negara yang lebih baik. Ia telah memberikan saran mengenai transportasi darat, konstruksi jalan dan jembatan. Kemampuannya sebagai insinyur ditambah dengan pandangan politik yang kuat adalah manfaat yang besar bagi komunitas industri di negara tersebut.

Referensi:
  1. R M McKeon, Biography in Dictionary of Scientific Biography (New York 1970-1990).
  2. A B de Saint-Venant, C Navier, Résumé des leçons donnée à l'École des ponts et chaussées
  3. J D Anderson, A History of Aerodynamics (Cambridge, 1997).
  4. E F Kranakis, Navier's theory of suspension bridges, From ancient omens to statistical mechanics, Acta Hist. Sci. Nat. Med. 39 (Copenhagen, 1987), 247-258.
  5. J Langins, From Bélider to Navier through the École Polytechnique : the consolidation of the science of mathematical engineering in France (Spanish), Mathesis 8 (1) (1992), 13-29.
  6. A Picon, Navier and the introduction of suspension bridges in France, Construction History 4(Paris, 1864). (1988), 21-34.

Wednesday, November 4, 2009

Araucariaceae

Araucariaceae adalah keluarga tumbuhan (kingdom: Plantae) dari divisi Pinophyta (Gimnospermae), kelas Pinopsida, dan ordo Pinales. Di dalam ordo Pinales, Araucariaceae berbagi tempat dengan famili Abietaceae, Cephalotaxaceae, Cheirolepidiaceae (sudah punah), Cupressaceae, Pinaceae, Podocarpaceae, Sciadopityaceae, Taxaceae, dan Taxodiaceae. Semuanya disebut konifer dalam bahasa umum.
Araucariaceae adalah keluarga famili konifer yang paling tua, mencapai keragaman maksimum di jaman Jurassic dan Cretaceous dan tersebar luas hampir di seluruh dunia ketika itu. Pada akhir jaman Cretaceous, ketika dinosaurus punah, Araucariaceae di belahan bumi utara dunia juga demikian.
Terdapat tiga genus dan 41 spesies (Henkel, 1865, menulis 40 spesies) yang tersisa saat ini. Genus yang tersisa yaitu Agathis, Araucaria, dan Wollemia, mereka tersebar secara luas di hutan hujan di belahan bumi selatan, meski ketika zaman Mesozoic mereka tersebar hingga seluruh dunia. Satu genus yang diketahui telah punah saat ini adalah genus Araucarioxylon, fosilnya ditemukan di Petrified Forest di Arizona. Petrified Forest adalah situs fosil hutan terkenal di dunia di mana dalam situs fosil tersebut ditemukan spesies Araucarioxylon arizonicum. Di zaman Triassic, wilayah Arizona merupakan wilayah yang sejuk dan lembab, dan famili Araucariaceae yang pernah hidup di sana diperkirakan mencapai tinggi 50 m di masa hidupnya.
Araucariaceae hidup di kedua belahan bumi pada zaman Mesozoic, namun saat ini mereka terbatas di belahan bumi selatan, terutama di kepulauan Pasifik dan wilayah Asia Tenggara. Kedua wilayah tersebut memiliki kondisi yang menjadikan famili Araucariaceae mampu bertahan hingga saat ini, atau mereka mengalami evolusi yang cepat di zaman Tersier pada dua wilayah dan baru tersebar di masa tersebut, dan evolusi tersebut menghasilkan spesies yang sangat adaptif terhadap radiasi seperti pada spesies yang terdapat pada kepulauan Australasia, di mana hampir semua Araucariaceae yang masih bertahan berada (pengecualian ada pada dua spesies di Amerika Selatan dan dua Agathis di semenanjung Malaysia). Hal ini menunjukkan bahwa konifer mampu bertahan begitu lama di mana saat ini diyakini bahwa Angiospermae telah secara sukses menggantikan dominasi konifer di hutan hujan tropis sejak lama. Beberapa hal mendukung hal tersebut, yaitu kemampuan konifer untuk menyebar melintasi kepulauan, kekacauan akibat aktivitas vulkanik, dan ketahanan pohon famili ini yang menjadikan mereka mampu bertahan dalam aktivitas vulkanik yang kuat, dan kemampuan mendiami lahan baru untuk menghindari persaingan dengan Angiospermae. Selain itu, terdapat bukti bahwa zaman ketika Araucariaceae bersaing dengan Angiospermae terdapat masa di mana frekuensi kebakaran hutan cukup tinggi akibat aktivitas suku Aborigin, atau yang lebih awal lagi, akibat iklim yang kering dan banyaknya petir yang mengakibatkan kebakaran. Pendapat lainnya yang membuat Araucariaceae bertahan adalah kemampuan mereka beradaptasi terhadap kondisi fisik lingkungan, terutama dalam hal presipitasi, kebakaran hutan, dan faktor edafik lainnya, lebih berperan dibandingkan persaingan mereka dengan Angiospermae. Hal ini terlihat pada konifer yang tersebar di belahan bumi utara, mereka bertahan bukan karena faktor biotik (persaingan, herbivora, penyakit), namun abiotik (kekeringan, suhu dingin, kebakaran hutan, atau tanah yang miskin hara) (Kershaw dan Wagstaff, 2001).
Analisis gen dalam filogenetik pepohonan menunjukkan bahwa ketiga genus (Araucaria, Agathis, dan Wollemia) adalah monofiletik, dan Wollemia adalah genus yang paling tua diantara yang lainnya (Setoguchi et al, 1998).
Diversitas terbesar dari famili ini terdapat di Kaledonia Baru (18 spesies), diikuti Australia, Argentina, Selandia Baru, Cili, dan Malaysia, Agathis tersebar hingga Filipina. Semua famili Araucariaceae adalah evergreen, selalu berdaun sepanjang tahun, dicirikan dengan satu batang tegak dan banyak cabang, memberikannya penampilan yang khas. Daunnya dapat berupa daun yang sempit maupun daun lebar, dan seringkali tersusun paralel. Cone jantan berukuran relatif besar, silindris, dengan sejumlah sporofil, polen tidak bersayap. Cone betina muncul dari batang dan menjadi matang dalam waktu dua tahun, berukuran relatif besar dan berair, runtuh ketika sudah matang, bersisik dan hanya memiliki satu biji, serta memiliki empat kotiledon (Silba, 1986).
Ketika famili Araucariaceae muncul di hutan, umumnya mereka adalah dominan dan tumbuh menjadi pohon tertinggi dalam hutan tersebut meski mereka seringkali kesulitan berkembang biak pada wilayah hutan berpopulasi padat.
Araucaria hunsteinii adalah spesies terbesar dari famili ini. Sebuah pohon dari spesies ini yang hidup di Papua Nugini dilaporkan mencapai tinggi 89 m, sementara spesies lainnya mampu mencapai tinggi lebih dari 65 m. Sedangkan pohon tertua dari famili ini adalah pohon dari spesies Agathis australis dan Araucaria araucana yang telah hidup melebihi usia 1000 tahun. Hanya Sequoia yang tercatat mampu melebihi usia tersebut.
Manfaat famili ini bagi manusia adalah:
Sebagai tanaman penghias halaman rumah di wilayah subtropis (Araucaria angustifolia, Araucaria araucana, Araucaria bidwillii, dan Araucaria heterophylla)
Sumber kayu berkualitas tinggi (misal: Agathis), namun telah menjadi masalah karena menjadikan Araucariaceae di Australia, Selandia Baru, dan Malaysia langka, bahkan dalam keadaan terancam (WCMC 2001)
Beberapa spesies memiliki biji yang dapat dimakan, mirip kacang pinus (misalnya Araucaria bidwillii)
Penghasil resin (genus Agathis)

Referensi:
Setoguchi, Hiroaki; Takeshi Asakawa Osawa; Jean-Christophe Pintaud; Tanguy Jaffré and Jean-Marie Veillon. 1998. Phylogenetic relationships within Araucariaceae based on rbcL gene sequences. American Journal of Botany 85(11): 1507-1516.
Kershaw, Peter and Barbara Wagstaff. 2001. The southern conifer family Araucariaceae: history, status, and value for paleoenvironmental reconstruction. Annual Review of Ecology and Systematics 32: 397-414.
Silba, J. 1986. An international census of the Coniferae. Phytologia memoir no. 8. Corvallis, OR: H.N. Moldenke and A.L. Moldenke.
World Conservation Monitoring Centre. 2001. World Conservation Monitoring Centre - Trees. http://www.wcmc.org.uk/cgi-bin/SaCGI.cgi/trees.exe,
Stockey, Ruth A.1994. Mesozoic araucariaceae: Morphology and systematic relationships. Journal of Plant Research 107(1088):493-502.
McKenzie, E.H.C., P.K. Buchanan, and P.R. Johnston. 2002. Checklist of fungi on kauri (Agathis australis) in New Zealand. New Zealand Journal of Botany 40:269-296
Waters, T., C.A. Galley, R. Palmer, S.T. Turvey, and N.M. Wilkinson. 2002. Report of the Oxford University Expedition to New Caledonia.


Monday, February 16, 2009

Nanomotor

Nanomotor adalah alat berukuran molekuler yang mampu mengubah energi menjadi gerakan, umumnya mampu menghasilkan gaya dalam orde pikonewton. Tujuan utama dari cabang penelitian ini adalah motor protein molekuler yang ditemukan di sel hidup dan pembuatan motor molekuler sintetis yang diaplikasikan pada suatu alat. Contohnya motor protein yang mampu membawa muatan, mirip dengan cara kinesin memindahkan berbagai molekul sepanjang jalur mikrotubulus di dalam sel. Menggerakkan dan menghentikan pergerakan motor protein membutuhkan ATP dalam ukuran molekuler yang sensitif terhadap sinar UV. Gelombang sinar UV akan memberikan gelombang pergerakan. Selain dengan protein, nanomotor dapat dibuat dengan material sintetis secara kimiawi.
Para peneliti di Universitas California, Berkeley dipimpin oleh Profesor Alex Zetti telah mengembangkan bantalan rotasi berdasarkan karbon nanotube yang berdinding banyak. Dengan menempelkan piringan emas dengan orde dimensi 100nm ke dinding terluar dari karbon nanotube tersuspensi, mereka mampu merotasikan dinding terluar relatif terhadap dinding dalam secara elektrostatis. Pekerjaan ini dilakukan secara in situ dalam Scanning Electron Microscope. Nanoelectromechanical system (NEMS) ini adalah langkah berikutnya dari miniaturisasi yang mungkin akan menemukan jalan menuju aplikasi komersial di masa depan.
Para peneliti yang dipimpin oleh Joseph Wang telah membuat terobosan dengam mengembangkan generasi baru nanomotor katalitik yang digerakkan dengan bahan bakar yang sepuluh kali lipat lebih bertenaga dari mesin nano (nanomachine) yang telah ada. Ini adalah langkah besar menuju sumber energi aplikasi untuk mesin nano di masa depan.

Protein Engineering

Protein Engineering adalah aplikasi sains, matematik, dan ekonomi pada proses pengembangan protein. Ini adalah ilmu disiplin yang baru, dengan riset yang menguasai hingga pada pemahaman pelipatan protein dan pengenalan protein untuk prinsip desain protein.
Terdapat dua strategi umum pada protein engineering. Pertama dikenal dengan desain rasional. Ilmuwan menggunakan pengetahuan yang detail dari struktur dan fungsi protein untuk membuat desain yang diinginkan. Manfaat dari strategi ini adalah tidak mahal dan mudah dilakukan, sejak teknis mutagenesis terpadu telah berkembang dengan baik. Tetapi terdapat banyak penolakan dari pengetahuan struktur yang detail dari protein yang sering kali tidak tersedia, dan meski protein itu tersedia, akan sangat sulit untuk memprediksi efek dari berbagai mutasi yang akan dilakukan.
Strategi kedua adalah evolusi terarah. Ini adalah mutagenesis random yang diaplikasikan untuk protein, dan bagian yang terpilih digunakan untuk mengambil varian-varian yang memiliki kualitas yang diinginkan. Langkah selanjutnya, yaitu mutasi dan penyeleksian. Metode ini mirip dengan proses evolusi alami, yang pada umumnya menghasilkan hasil yang lebih superior dari desain rasional. Teknik tambahan yang diketahui sebagai pengacakan DNA mencampurkan dan memasangkan kepingan-kepingan dari varian-varian yang sukses untuk menghasilkan hasil yang lebih baik. Proses ini mirip dengan rekombinasi yang terjadi secara alami ketika reproduksi seksual. Manfaat besar dari teknik evolusi terarah adalah tidak membutuhkan pengetahuan tentang struktur protein yang dibuat dan tidak perlu untuk memprediksi apa efek yang akan diberikan oleh protein hasil mutasi. Faktanya, hasil yang diberikan oleh teknik ini seringkali mengejutkan. Kerugiannya adalah, teknik ini membutuhkan sejumlah protein yang cukup banyak, yang terkadang tidak memadai bagi beberapa jenis protein. Dan produknya harus disaring atau dipisahkan untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan. Dan juga, hasil yang diinginkan tidak selalu berhasil disaring.
Kedua strategi tidak mutlak eksklusif, peneliti biasanya memakai kedua strategi tersebut. Di masa depan, detail struktur protein dan fungsinya akan diketahui lebih banyak, sejalan dengan perkembangan teknologi yang akan memperluas kapabilitas protein engineering.

Wednesday, January 7, 2009

Sejarah Terbentuknya Bulan

Beberapa mekanisme mengindikasikan bahwa bulan terbentuk sekitar 4.5 milyar tahun lalu, sekitar 30-50 juta tahun setelah tata surya terbentuk.
Teori pertama adalah, bulan terbentuk dari material bumi yang terlepas akibat gaya sentrifugal, meninggalkan danau raksasa, yang dipercaya adalah samudra pasifik. Tetapi ide ini memerlukan kecepatan putar yang sangat tinggi dari bumi, dan walaupun ini mungkin terjadi, proses ini seharusnya menghasilkan bulan yang berputar mengikuti garis ekuator. Hal ini tidak terjadi pada bulan saat ini.
Spekulasi lainnya adalah bulan terbentuk entah di mana di alam semesta ini bersamaan dengan terbentuknya planet-planet, lalu terperangkap gravitasi bumi. Tetapi kondisi ini seharusnya menghasilkan pelebaran atmosfer bumi sebagai akibat dari energi material raksasa angkasa sebesar bulan yang melewati bumi.
Hipotesis selanjutnya mengatakan bahwa bulan dan bumi terbentuk secara bersama-sama dalam lingkaran tata surya awal. Bulan terbentuk dari material yang mengelilingi bumi seperti planet-planet yang terbentuk dari material-material yang mengelilingi matahari. Tapi teori ini tidak bisa menjelaskan keberadaan deposit besi di inti bulan yang seharusnya terperangkap di gravitasi inti bumi dan tidak terbentuk menjadi inti bulan.
Seluruh hipotesis di atas tidak dapat menjelaskan momentum sudut yang tinggi dari sistem bumi-bulan.
Teori yang saat ini paling dipercaya adalah teori tumbukan besar. Massa sebesar Mars menabrak bumi purba, melepaskan cukup banyak material ke orbit di sekitar bumi purba dan membentuk bulan melalui pembentukkan massa padat oleh gravitasi di sekitar bumi purba. Pertanyaan yang belum terjawab oleh teori ini adalah seberapa besar massa planet tersebut dan bumi purba yang terlepas menuju orbit dan membentuk bulan?

Hydrothermal Vents

Hydrothermal Vents adalah retakkan di permukaan planet yang secara geothermal memanaskan perairan. Hydrothermal vents biasa ditemukan di dekat daerah yang aktif secara vukanis, area di mana lempeng tektonik bergerak.
Hydrothermal vents biasa ditemukan di bumi karena bumi secara geologis cukup aktif dan perairan berada di atasnya. Di daratan, Hydrothermal vents dapat berupa fumarol, mata air panas, dan geyser. Di bawah laut, Hydrothermal vents biasa disebut Black Smokers.
Di sebagian besar laut dalam, area sekita Hydrothermal vents secara biologis sangatlah subur bagi kehidupan sekitarnya dan menjadi tuan rumah bagi berbagai makhluk hidup yang memanfaatkan bahan kimia terlarut dari lubang Hydrothermal Vents. Archaea kemosintesis membentuk dasar rantai makanan, mensupport berbagai organisme seperti cacing tabung raksasa, udang, dan kerang.
Hydrothermal Vents yang aktif dipercaya berada di satelit Jupiter Europa dan Hydrothermal Vents tua pernah berada di Mars.

Kondisi Fisik Hydrothermal Vents
Perairan yang mengelilingi Hydrothermal Vents biasanya adalah air laut. Massa yang keluar dari Hydrothermal Vents dapat memanaskan air laut hingga 400oC. Bandingkan dengan temperatur di laut dalam pada umumnya yang hanya mencapai 2oC. Tekanan yang tinggi pada kedalaman laut memperluas range temperatur secara signifikan pada kondisi air yang tetap cair sehingga air tidak menguap. Air pada kedalaman 3000 m dan temperatur 407oC menjadi supercritical dan keadaan air yang bergaram memdorong air mendekati titik kritisnya.
Beberapa Hydrothermal Vents mengandung timbunan mineral anhidrat. Tembaga sulfida, besi sulfida, dan seng sulfida. Tingginya kandungan mineral di sekitar Hydrothermal Vents menyebabkan berbagai eksploitasi di sekitarnya oleh berbagai perusahaan tambang.

Komunitas Biologi
Kehidupan, seperti yang diketahui banyak orang, dikendalikan oleh matahari. Tetapi makhluk laut dalam tidak mendapatkan sedikitpun cahaya matahari dan mereka bergantung pada energi dan nutrisi kimia dari Hydrothermal Vents. Sebelumnya ahli biologi kelautan memperkirakan bahwa makhluk laut dalam memanfaatkan nutrisi dari ‘hujan’ sisa-sisa makhluk hidup yang tidak dimanfaatkan makhluk hidup di atasnya. Hal ini membuat mereka tidak memiliki ketergantungan pada tanaman dan energi matahari. Beberapa makhluk hidup di sekitar Hydrothermal vents memang mengkonsumsi ‘hujan’ ini, tapi dengan sistem seperti ini, kehidupan yang terbentuk akan sangat miskin sekali. Tetapi pada kenyataannya, kepadatan makhluk hidup dasar laut di sekitar zona Hydrothermal Vents sangat tinggi, sekitar 10,000 hingga 100,000 lebih tinggi dari perkiraan awal.
Komunitas Hydrothermal Vents mampu mempertahankan kehidupan yang sangat beasr itu karena mereka bergantung pada bakteri kemosintesis sebagai makanan. Massa yang keluar dari Hydrothermal Vents mengandung banyak mineral terlarut dan mendukung populasi besar bakteri kemoautotrofik. Bakteri ini mengandalkan komponen sulfur, umumnya hidrogen sulfida, bahan kimia yang bersifat sangat beracun bagi sebagian besar makhluk hidup, untuk membentuk material organik melalui proses kemosintesis.
Ekosistem ini sangat independen terhadap ketergantungan terhadap matahari, seperti sebagian besar jenis kehidupan di bumi. Tetapi sesungguhnya sebagian makhluk hidup di ekosistem itu masih memanfaatkan oksigen yang diproduksi makhluk fotosintetik. Yang lainnya merupakan makhluk anaerobik, yang merupakan bentuk awal kehidupan di bumi.
Bakteri kemosintetik tumbuh membentuk lapisan tebal yang menarik perhatian makhluk amphipods dan copepods yang melahap bakteri secara langsung. Organisme yang lebih besar seperti siput, udang, kepiting, cacing tabung, ikan, dan gurita membentuk rantai makanan predasi. Jenis makhluk hidup yang dominan di sekitar Hydrothermal vents diantaranya adalah annelida, gastropoda, pogonophorans, crustacea, bivalvia, cacing vestimentiferan, dan udang tanpa mata yang membentuk kehidupan nonmicrobial.
Cacing tabung adalah bagian penting dari komunitas Hydrothermal Vents. Cacing tabung bersimbiosis dengan bakteri kemosintesis di dalam jaringan tubuhnya. Cacing tabung tidak memiliki mulut dan saluran pencernaan, ia hanya menyerap secara langsung nutrisi kimia dari perairan sekitarnya untuk memberi makan bakteri yang hidup di dalam jaringannya. Sebagai gantinya, bakteri memberikan material karbon untuk kehidupan cacing tabung. Makhluk unik lainnya yang ditemukan di sekitar Hydrothermal Vents adalah siput yang dilapisi sisik yang terbuat dari senyawa besi dan material organik, dan cacing Pompeii yang mampu bertahan di lingkungan bertemperatur 80oC.
Telah ditemukan lebih dari 300 species baru di sekitar Hydrothermal Vents dan sebagian dari mereka adalah saudara dari makhluk hidup yang bergantung pada matahari dan terpisah secara geografis dari Hydrothermal Vents.
Bahkan Hydrothermal Vents dipercaya merupakan asal muasal makhluk hidup yang ada di bumi. Hal itu disampaikan oleh GünterWächtershäuser dalam jurnal Proceedings of National Academy of Science. Ia berpendapat bahwa asam amino sederhana dapat terbentuk dari sintesis bahan-bahan kimia di sekitar Hydrothermal Vents dan dibawa pergi oleh aliran air menuju perairan yang lebih dingin di mana suhu yang lebih rendah dan kandungan mineral tanah liat dapat membentuk formasi peptida dan protosel. Ini adalah teori yang sangat menarik karena kandungan CH4 dan NH3 memang banyak terdapat di sekitar Hydrothermal Vents. Keterbatasan utama dari teori ini adalah tingginya temperatur di sekita Hydrothermal Vents yang mengganggu kestabilan molekul organik.