Wednesday, November 4, 2009

Araucariaceae

Araucariaceae adalah keluarga tumbuhan (kingdom: Plantae) dari divisi Pinophyta (Gimnospermae), kelas Pinopsida, dan ordo Pinales. Di dalam ordo Pinales, Araucariaceae berbagi tempat dengan famili Abietaceae, Cephalotaxaceae, Cheirolepidiaceae (sudah punah), Cupressaceae, Pinaceae, Podocarpaceae, Sciadopityaceae, Taxaceae, dan Taxodiaceae. Semuanya disebut konifer dalam bahasa umum.
Araucariaceae adalah keluarga famili konifer yang paling tua, mencapai keragaman maksimum di jaman Jurassic dan Cretaceous dan tersebar luas hampir di seluruh dunia ketika itu. Pada akhir jaman Cretaceous, ketika dinosaurus punah, Araucariaceae di belahan bumi utara dunia juga demikian.
Terdapat tiga genus dan 41 spesies (Henkel, 1865, menulis 40 spesies) yang tersisa saat ini. Genus yang tersisa yaitu Agathis, Araucaria, dan Wollemia, mereka tersebar secara luas di hutan hujan di belahan bumi selatan, meski ketika zaman Mesozoic mereka tersebar hingga seluruh dunia. Satu genus yang diketahui telah punah saat ini adalah genus Araucarioxylon, fosilnya ditemukan di Petrified Forest di Arizona. Petrified Forest adalah situs fosil hutan terkenal di dunia di mana dalam situs fosil tersebut ditemukan spesies Araucarioxylon arizonicum. Di zaman Triassic, wilayah Arizona merupakan wilayah yang sejuk dan lembab, dan famili Araucariaceae yang pernah hidup di sana diperkirakan mencapai tinggi 50 m di masa hidupnya.
Araucariaceae hidup di kedua belahan bumi pada zaman Mesozoic, namun saat ini mereka terbatas di belahan bumi selatan, terutama di kepulauan Pasifik dan wilayah Asia Tenggara. Kedua wilayah tersebut memiliki kondisi yang menjadikan famili Araucariaceae mampu bertahan hingga saat ini, atau mereka mengalami evolusi yang cepat di zaman Tersier pada dua wilayah dan baru tersebar di masa tersebut, dan evolusi tersebut menghasilkan spesies yang sangat adaptif terhadap radiasi seperti pada spesies yang terdapat pada kepulauan Australasia, di mana hampir semua Araucariaceae yang masih bertahan berada (pengecualian ada pada dua spesies di Amerika Selatan dan dua Agathis di semenanjung Malaysia). Hal ini menunjukkan bahwa konifer mampu bertahan begitu lama di mana saat ini diyakini bahwa Angiospermae telah secara sukses menggantikan dominasi konifer di hutan hujan tropis sejak lama. Beberapa hal mendukung hal tersebut, yaitu kemampuan konifer untuk menyebar melintasi kepulauan, kekacauan akibat aktivitas vulkanik, dan ketahanan pohon famili ini yang menjadikan mereka mampu bertahan dalam aktivitas vulkanik yang kuat, dan kemampuan mendiami lahan baru untuk menghindari persaingan dengan Angiospermae. Selain itu, terdapat bukti bahwa zaman ketika Araucariaceae bersaing dengan Angiospermae terdapat masa di mana frekuensi kebakaran hutan cukup tinggi akibat aktivitas suku Aborigin, atau yang lebih awal lagi, akibat iklim yang kering dan banyaknya petir yang mengakibatkan kebakaran. Pendapat lainnya yang membuat Araucariaceae bertahan adalah kemampuan mereka beradaptasi terhadap kondisi fisik lingkungan, terutama dalam hal presipitasi, kebakaran hutan, dan faktor edafik lainnya, lebih berperan dibandingkan persaingan mereka dengan Angiospermae. Hal ini terlihat pada konifer yang tersebar di belahan bumi utara, mereka bertahan bukan karena faktor biotik (persaingan, herbivora, penyakit), namun abiotik (kekeringan, suhu dingin, kebakaran hutan, atau tanah yang miskin hara) (Kershaw dan Wagstaff, 2001).
Analisis gen dalam filogenetik pepohonan menunjukkan bahwa ketiga genus (Araucaria, Agathis, dan Wollemia) adalah monofiletik, dan Wollemia adalah genus yang paling tua diantara yang lainnya (Setoguchi et al, 1998).
Diversitas terbesar dari famili ini terdapat di Kaledonia Baru (18 spesies), diikuti Australia, Argentina, Selandia Baru, Cili, dan Malaysia, Agathis tersebar hingga Filipina. Semua famili Araucariaceae adalah evergreen, selalu berdaun sepanjang tahun, dicirikan dengan satu batang tegak dan banyak cabang, memberikannya penampilan yang khas. Daunnya dapat berupa daun yang sempit maupun daun lebar, dan seringkali tersusun paralel. Cone jantan berukuran relatif besar, silindris, dengan sejumlah sporofil, polen tidak bersayap. Cone betina muncul dari batang dan menjadi matang dalam waktu dua tahun, berukuran relatif besar dan berair, runtuh ketika sudah matang, bersisik dan hanya memiliki satu biji, serta memiliki empat kotiledon (Silba, 1986).
Ketika famili Araucariaceae muncul di hutan, umumnya mereka adalah dominan dan tumbuh menjadi pohon tertinggi dalam hutan tersebut meski mereka seringkali kesulitan berkembang biak pada wilayah hutan berpopulasi padat.
Araucaria hunsteinii adalah spesies terbesar dari famili ini. Sebuah pohon dari spesies ini yang hidup di Papua Nugini dilaporkan mencapai tinggi 89 m, sementara spesies lainnya mampu mencapai tinggi lebih dari 65 m. Sedangkan pohon tertua dari famili ini adalah pohon dari spesies Agathis australis dan Araucaria araucana yang telah hidup melebihi usia 1000 tahun. Hanya Sequoia yang tercatat mampu melebihi usia tersebut.
Manfaat famili ini bagi manusia adalah:
Sebagai tanaman penghias halaman rumah di wilayah subtropis (Araucaria angustifolia, Araucaria araucana, Araucaria bidwillii, dan Araucaria heterophylla)
Sumber kayu berkualitas tinggi (misal: Agathis), namun telah menjadi masalah karena menjadikan Araucariaceae di Australia, Selandia Baru, dan Malaysia langka, bahkan dalam keadaan terancam (WCMC 2001)
Beberapa spesies memiliki biji yang dapat dimakan, mirip kacang pinus (misalnya Araucaria bidwillii)
Penghasil resin (genus Agathis)

Referensi:
Setoguchi, Hiroaki; Takeshi Asakawa Osawa; Jean-Christophe Pintaud; Tanguy Jaffré and Jean-Marie Veillon. 1998. Phylogenetic relationships within Araucariaceae based on rbcL gene sequences. American Journal of Botany 85(11): 1507-1516.
Kershaw, Peter and Barbara Wagstaff. 2001. The southern conifer family Araucariaceae: history, status, and value for paleoenvironmental reconstruction. Annual Review of Ecology and Systematics 32: 397-414.
Silba, J. 1986. An international census of the Coniferae. Phytologia memoir no. 8. Corvallis, OR: H.N. Moldenke and A.L. Moldenke.
World Conservation Monitoring Centre. 2001. World Conservation Monitoring Centre - Trees. http://www.wcmc.org.uk/cgi-bin/SaCGI.cgi/trees.exe,
Stockey, Ruth A.1994. Mesozoic araucariaceae: Morphology and systematic relationships. Journal of Plant Research 107(1088):493-502.
McKenzie, E.H.C., P.K. Buchanan, and P.R. Johnston. 2002. Checklist of fungi on kauri (Agathis australis) in New Zealand. New Zealand Journal of Botany 40:269-296
Waters, T., C.A. Galley, R. Palmer, S.T. Turvey, and N.M. Wilkinson. 2002. Report of the Oxford University Expedition to New Caledonia.


No comments: